military, intelligence, security & foreign policy
military, intelligence, security & foreign policy

Motif Nuklir Korea Utara dan Prospek Perdamaian di Semenanjung Korea

Oleh : Dian Firmansyah
Minggu pagi (5 April 2009) waktu setempat, Korea Utara akhirnya meluncurkan roket dari Musudan-ri, sebuah fasilitas militer di pesisir timur Korea Utara. Klaim Korut bahwa peluncuran roket ini adalah misi penempatan satelit komunikasinya dianggap sebagai tipuan oleh Amerika Serikat dan Jepang. Keduanya meyakini bahwa di balik alasan resmi tersebut Korea Utara berusaha menguji hasil pengembangan daya jangkau peluru kendalinya yang diperkirakan memiliki jangkauan hingga wilayah Alaska, sebagai bagian dari program senjata nuklir Korea Utara.

Menanggapi aksi Korut tersebut, Dewan Keamanan PBB segera mengeluarkan pernyataan kecamannya dan menegaskan bahwa peluncuran roket Korut telah melanggar resolusi DK PBB nomor 1718. Tidak terima dengan kecaman Dewan Keamanan PBB tersebut, Korea Utara mengancam akan meninggalkan perundingan enam pihak (Six-Party Talk) dan mengaktifkan kembali reaktor nuklirnya di Yongbyon yang telah dimatikan sejak tahun 2007. Korea Utara bahkan bertindak lebih jauh lagi dengan mengusir tim inspeksi IAEA dari instalasi nuklirnya di Yongbyon (Republika, 14/4). Perkembangan ini merupakan sebuah setback yang signifikan bagi perundingan Six-Party Talk.

North Korea’s Missile Range

Meningkatnya ketegangan di Asia Timur akhir-akhir ini hanyalah sebuah episode dari perjalanan Korut dalam mengembangkan senjata nuklirnya sejak tahun 1970. Perjalanan panjang Korut dalam mengembangkan kemampuan tersebut kendati harus menanggung sanksi ekonomi yang berat membuat banyak pihak bertanya-tanya, apakah sebenarnya motif Korut mengembangkan senjata nuklirnya? Lebih jauh lagi, dapatkah dunia internasional membujuk Korut untuk meninggalkan ambisi nuklirnya? Jawaban pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting karena prospek penyelesaian damai bagi masalah nuklir Korea Utara akan sangat bergantung pada sejauh mana dunia internasional dapat memahami motif ambisi nuklir Korea Utara dan mengakomodasinya dalam proses negosiasi Six-Party Talk.

Tiga motif pengembangan nuklir Korut

Sedikitnya terdapat tiga motif mengapa Korea Utara rela ‘berdarah-darah’ demi mendapatkan kemampuan nuklirnya. Motif pertama adalah regime survival. Sekalipun perang Korea telah berakhir lebih dari lima dasawarsa lalu (1953), perang Korea secara teknis belum berakhir karena situasi perang Korea mereda setelah ditandatanganinya perjanjian gencatan senjata dan bukannya sebuah perjanjian damai. Korea Utara masih merasa terancam dengan penempatan 27 ribu tentara AS di Korea Selatan, ditambah 47 ribu tentara AS ainnya di Jepang.

Korea Utara tidak akan melupakan bagaimana Cina pada dekade 1950-an mengalami tiga kali (!) ancaman serangan nuklir dari Amerika Serikat. Ancaman serangan nuklir pertama dialami Cina karena bantuan militer China pada Korea Utara saat perang Korea. Dua ancaman lainnya dialami Cina berkaitan dengan konflik Cina-Taiwan tahun 1955 dan 1958. Akhirnya pada tahun 1964 Cina berhasil melakukan uji ledak senjata nuklir dan membuat AS mengkaji ulang hubungannya dengan Cina. Delapan tahun kemudian (1972), presiden AS Richard Nixon melakukan kunjungan kenegaraan ke Beijing untuk melakukan normalisasi hubungan AS-Cina.

Selama masa pemerintahan Bush Junior, North Korea dianggap bagian dari “Poros Kejahatan” (Axis of Evil) bersama Iran dan Irak. Dunia menyaksikan bagaimana dua negara berdaulat, Afghanistan dan Irak, diinvasi oleh AS. Pesan bagi Korut sangat jelas: pertama, tidak ada hukum internasional yang bisa melindungi suatu negara dari aksi superpower AS. Kedua, satu-satunya hal yang dapat menghalangi AS melakukan serangan adalah kepemilikan senjata pemusnah masal, termasuk senjata nuklir sebagai the ultimate weapons of mass destruction. Korut menganggap efek deterrent kepemilikan kemampuan serang nuklir akan menggaransi kelangsungan hidup rejim Pyongyang.

Motif kedua pengembangan senjata nuklir Korut adalah ekonomi. Korut menggunakan program nuklirnya sebagai instrumen untuk memeras negara-negara di sekitarnya memberikan bantuan ekonomi. Konsesi yang diberikan Korut, seperti penghentian sementara program nuklirnya atau izin inspeksi IAEA dilakukan dengan imbalan bantuan makanan dan bahan bakar dari Cina dan Korea Selatan, serta pembangunan reaktor nuklir sipil di Korut oleh pihak Korea Selatan dan Jepang. Korut bahkan meminta konsesi untuk sekedar hadir di meja perundingan, sebagaimana syarat Korut agar AS mencairkan rekening 25 juta dollar miliknya yang dibekukan di Macau tahun 2005 sebelum kembali ke meja perundingan.

Di tahun 2003, Korut pernah mengutarakan niatnya mengembangkan senjata nuklir agar menghemat pengeluaran bagi angkatan bersenjatanya. Dengan adanya nuclear deterrent, maka Korut berharap dapat mengurangi jumlah tentaranya yang mencapai 1,1 juta orang dan mengalokasikan lebih banyak uang untuk ekonomi sipilnya.

Motif ketiga program senjata nuklir Korut adalah untuk mengangkat status politik Korut di mata dunia. Korut selalu ingin bernegosiasi langsung dengan AS dan bukannya Korea Selatan, yang dianggap hanya negara boneka bentukan AS. Dengan bernegosiasi langsung Vis-à-vis AS, Korut memberikan sinyal pada dunia bahwa dirinya adalah lawan yang sepadan dengan AS.

Gabungan dari militer, ekonomi dan politik ini membuat Korut sangat unik. Biasanya negara-negara mengembangkan senjata nuklir dengan sangat rahasia untuk menghindari intervensi luar. Namun rejim Korut melakukan hal yang sebaliknya dengan mengakui secara terang-terangan keinginan mereka untuk menjadi negara nuklir. Beberapa pengamat menyebut perilaku Korut sebagai eksibisionis atom (atomic exhibionist). Dengan menunjukkan pada dunia bahwa Korut sangat berbahaya, Korut berharap dapat memeras lebih banyak konsesi dari dunia internasional.

Prospek diplomasi internasional

Dapatkah dunia internasional membujuk Korut menghentikan program nuklirnya lebih lanjut? Suka atau tidak suka, pasca tes ledak bom nuklir Korea Utara di bawah tanah pada bulan Oktober 2006 lalu, Korut telah mencapai symbolic nuclear deterrent, yaitu kepemilikan senjata nuklir yang simbolis dan terbatas dari segi kekuatan dan jangkauan. Tingkat kemampuan nuklir selanjutnya adalah operational nuclear deterrent, yaitu kemampuan senjata nuklir dalam jumlah besar ditunjang sistem senjata nuklir yang matang dan teruji, layaknya senjata nuklir Amerika Serikat dan Rusia. Perjalanan dari kemampuan symbolic nuclear deterrent menuju operational nuclear deterrent masih membutuhkan lebih banyak riset dan ujicoba yang berpotensi meletuskan konflik sebagaimana peluncuran roket Korut awal bulan ini.

Dalam celah waktu ini terdapat kesempatan bagi dunia internasional untuk membujuk rejim Pyongyang membatalkan rencananya mengembangkan kemampuan nuklir lebih lanjut. Caranya, dengan memberikan apa yang Pyongyang inginkan : jaminan keamanan bagi rejimnya, bantuan ekonomi dan de-isolasi Korut dari pergaulan internasional. AS dapat memberikan garansi keamanan dengan menandatangani pakta perjanjian non-agresi dengan Korut, sebagaimana telah diminta Korut tahun 2003 lalu, yang sayangnya mendapat penolakan dari AS. Untuk menjamin keamanan Korea Selatan dan Jepang, AS dapat melakukan linkage politics dengan mensyaratkan Korut menandatangani pakta serupa dengan Korea Selatan dan Jepang, serta komitmen Korut untuk tidak menyebarkan teknologi WMD-nya pada negara-negara lain atau kelompok teroris. Pyongyang dapat mengikuti jejak Libya yang meninggalkan usahanya mengembangkan senjata pemusnah masal di tahun 2003 lalu.

Selanjutnya, melalui tumbuhnya hubungan ekonomi dan integrasi Korut dengan dunia internasional, diharapkan Pyongyang akan memiliki kesadaran pentingnya menjaga perdamaian regional dan internasional termasuk dengan Korea Selatan. Semua ini tentu tidaklah gampang, mengingat beban sejarah dan kecurigaan yang telah mengakar tidak hanya di antara kedua Korea, namun juga antar negara-negara lainnya dalam Six Party Talk (AS, Jepang, Rusia dan Cina). Proses ini tidak akan mudah, sangat berliku dan panjang namun setidaknya patut dicoba demi sebuah dunia yang lebih baik.(df)

No Responses to “Motif Nuklir Korea Utara dan Prospek Perdamaian di Semenanjung Korea”

Leave a comment